Acara Diskusi Nasional, Amandemen Ke-5 UUD 1945
Dr. Jan S. Maringka, S.H., M.H: Pengaturan Tentang Kejaksaan Belum Ada di Dalam Konstitusi

SigapNews, Jambi — Dr. Jan S. Maringka, S.H., M.H: Pengaturan Tentang Kejaksaan Belum Ada di Dalam Konstitusi
JAMBINEWS | JAKARTA — Staf Ahli Jaksa Agung Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Dr. Jan S. Maringka, SH. MH. menjadi narasumber dalam Diskusi Nasional Amandemen ke-5 UUD 1945 Kerjasama DPD RI bersama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) bertempat di Gedung Nusantara IV Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Senin 13/12.
Hadir dalam diskusi tersebut yaitu Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Ir. H. AA Lanyalla Mahmud Mattalitti, Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Prof. Masdar Hilmy, M.A., PhD, dan Pakar Hukum Tata Negara Dr. Refly Harun S.H. M.H. LLM. Serta Wakil Dekan Akademik dan Kelembagaan FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya Dr. Abdul Chaliq, M. AG.
Mengawali pemaparannya, Dr. Jan S. Maringka SH. MH. menyampaikan, "Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia adalah negara hukum, maka dapat dilihat bahwa konstitusi Indonesia telah mengatur tentang kekuasaan peradilan dalam hal ini adalah Mahkamah Agung dan kepolisian dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, namun pengaturan tentang Kejaksaan belum ada," ujarnya
"Kejaksaan Republik Indonesia telah diatur dalam konstitusi negara Indonesia dari waktu ke waktu, yaitu di dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 tentang kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan badan-badan lain kehakiman menurut undang-undang. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan badan-badan lain ialah termasuk Kejaksaan RI," jelasnya.
Dalam ruang lingkup kekuasaan kehakiman tidak hanya mengadili, namun ada proses penegakan hukum yang lebih luas daripada mengadili saja, seperti proses awal dari penyidikan, penuntutan, penangkapan, penahanan dan segala kegiatan-kegiatan tersebut merupakan kewenangan yang telah diatur tentang kekuasaan badan-badan peradilan.
Selanjutnya didalam Konstitusi RIS, kewenangan Jaksa Agung telah diatur dalam pasal 91 dan 156-158” selain dari pada itu telah di atur pula didalam UUDS 1950 dalam pasal 61-106.
Namun Ketika dikeluarkannya Dekrit Presiden, maka ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950 tidak berlaku dan Kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, melalui Keputusan Presiden No. 204 tahun 1960 dibentuklah Departemen Kejaksaan berada di bawah Pimpinan Menteri atau Jaksa Agung.
Selanjutnya didalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Pokok-Pokok Kejaksaan. "Kejaksaan Adalah Alat Negara Penegak Hukum yang terutama bertugas sebagai penuntut umum," pungkasnya.
"Namun pada tahun 1991 adanya pergeseran definisi dari Kejaksaan yang tercantum didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan yaitu kejaksaan Adalah Lembaga Pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan," jelasnya lagi.
Pada masa reformasi, bahwa telah adanya proses memisahkan dikotomi sipil dan dikotomi militer yang dimana mengeluarkan Kepolisian dari TNI sehingga didalam Amandemen UUD 1945 telah masuknya tentang Badan Peradilan dalam hal ini Mahkamah Agung, Kepolisian bahkan dibentuk pula badan-badan peradilan lainnya yaitu Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.
Berdasarkan hal ini, dapat dilihat bahwa seolah-olah yang melaksanakan Proses Penegakan Hukum hanya Hakim, padahal dengan mengacu didalam sistem Peradilan Pidana, adanya tahapan penuntutan diharuskan dilakukan oleh Kejaksaan. Hal ini sejalan dengan Asas "Single Prosecution System."
Read more info "Dr. Jan S. Maringka, S.H., M.H: Pengaturan Tentang Kejaksaan Belum Ada di Dalam Konstitusi " on the next page :
Editor :M Muslim
Source : Kapuspenkum Kejagung RI