Atas Dugaan Mafia Perkara di Pengadilan
Seorang Ibu Disabilitas Melaporkan Oknum JPU Kejari Kuala Kapuas

Oknum JPU Kejari Kuala Kapuas
JAMBINEWS | KUALA KAPUAS- KALTENG - Diduga Akibat ulah serangkaian perbuatan oknum Aparat Penegak Hukum (APH) yang dianggap menyimpang dari ketentuan dan peraturan hukum yang berlaku serta dianggap telah menzholimi dirinya, seorang perempuan cacat yang berinisial DWC membuat laporan secara tertulis kepada institusi penegakan hukum terkait.
Ditengah keterbatasan fisiknya sebagai seorang ibu rumah tangga, dirinya pun harus bekerja sebagai karyawan swasta untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, apalagi saat ini suaminya tengah meringkuk di penjara.
Dalam perbincangan dengan Awak Media SigapNews.co.id, DWC mengungkapkan beberapa kejanggalan proses hukum yang dialami oleh suaminya berinisial HRY.
"Kejanggalan proses hukum itu saya rasakan sejak proses penahanan suami saya oleh oknum anggota Satreskrim Polres Kapuas, suami saya dipukuli, dianiaya, hingga mata bengkak dan lebam disekujur badannya," ujar DWC."
"Kejanggalan berikutnya adalah bahwa saksi pelapor melaporkan suami saya ke kantor Polsek terkait pencurian sebagaimana pasal 362 KUH Pidana bukan kasus pemerkosaan seperti yang dituntut oleh JPU Kejari Kuala Kapuas," tambah DWC
"Anehnya lagi dipersidangan saat agenda pemeriksaan saksi, saksi korban SK sampai kaget, ianya baru mengetahui terkait perkara pemerkosaan yang dituduhkan kepada suami saya. Yang saya laporkan terkait pencurian barang milik saya, bukan tentang pemerkosaan kata SK." Ungkap DWC.
Dulu Sebelum memasuki agenda persidangan, saya bersama tim kuasa hukum sempat menjumpai JPUnya berinisial EYP di kantor Kejari Kuala Kapuas.
Pada tanggal 20 September tahun 2021, tim pengacara saya mengajukan permohonan pinjam pakai secara lisan atas barang bukti berupa satu unit mobil Daihatsu Sigra kepada Sdr.i EYP sebagai Jaksa Penuntut Umum Kejari Kuala Kapuas. JPU mengatakan bisa pinjam pakai tetapi harus membuat surat permohonan pinjam pakai barang bukti dengan melampirkan foto copy BPKB, STNK dan surat kuasa dari terdakwa
Setelah melengkapi prasyarat yang dimintakan JPU, Pada tanggal 22 September 2021 sekira pukul 14.00 saya dan tim pengacara mendatangi kembali kantor Kejaksaan Negeri Kuala Kapuas dengan membawa surat permohonan pinjam pakai barang bukti, foto copy BPKB dan STNK, serta surat kuasa dari terdakwa.
Saya duduk didampingi pengacara saya yg bernama Akhmad Iderani, S.H dan Ibu
EYP, S.H. Duduk disuatu ruangan dan kami mengajukan permohonan pinjam pakai barang bukti tersebut kepada JPU.
JPU mengatakan kepada saya dan Kuasa Hukum bahwa "pinjam pakai harus bayar sebesar Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah)." Spontan saya kaget mendengar uang yang harus saya bayar sebesar itu, sedangkan saya hanya mempunyai uang Rp 2.000.000 (dua juta) pada saat itu, saya memohon ke EYP untuk pinjam pakai barang bukti tersebut tetapi EYP berkata "kalau mau pinjam pakai barang bukti paling sedikit Rp 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah)." kata EYP
Tidak berapa lama, Kuasa Hukum keluar dari ruangan itu, tinggal saya dan EYP duduk berdua, saya bertanya ke EYP, suami saya dituntut pasal berapa Bu ya?, EYP menjawab “pasal 285 jo 289 KUHP” pada waktu itu saya cuma bisa menangis mendengar pasal yang di kenakan ke suami saya.
Terus EYP bilang "nanti saya bantu meringankannya bu," saya bertanya lagi
bagaimana cara meringankannya?, EYP meminta saya untuk menyediakan
dana minimal Rp. 40.000.000,- ( empat puluh juta rupiah) dan EYP menjanjikan ke saya dengan tuntutan 1 tahun vonis 8 bulan, "kalau Ibu ada dana segitu, hubungi saya di nomor 082255038*** tapi jangan sampai pengacara Ibu tau ini dan transaksi diluar kantor." Jelas EYP.
Pada saat itu saya hanya bisa menjawab sambil menangis mengatakan saya orang susah, yang berjalan hanya mengandalkan satu kaki (disabilitas) untuk mencari makan saya dan suami saya yang sedang ditahan.
Belum lagi keluarga saya dan keluarga suami saya orang miskin yg tidak memiliki apa-apa, kerja sehari untuk makan sehari, uang Rp.200.000 (dua ratus ribu) pun saya mencarinya harus bekerja 20 jam, apalagi beban saya tambah berat karena suami saya ditahan tidak ada yang bantu saya untuk bertahan hidup.
Saya hanya bisa menangisi hidup saya. Tidak lama saya pamit pulang sambil bersalaman, EYP mengatakan lagi kalau Ibu ada uang Rp.7.500.000 (tujuh juta lima ratus) Ibu bisa pinjam pakai barang bukti tersebut, saya pun cuma bisa menjawab iya bu makasih.
Hati saya merasa sedih dan sangat terpukul sekali saat mendengarkan JPU
membacakan surat tuntutannya dipersidangan. JPU Menuntut Terdakwa (suami saya) dengan tuntutan maksimal 12 tahun penjara. Suatu penanganan perkara yang saya anggap aneh, penuh kejanggalan dan penuh rekayasa.
Ditengah persidanganpun JPU nyata-nyata telah gagal membuktikan terdakwa sebagai pelaku pemerkosaan. Begitu banyak fakta-fakta persidangan yang ditutup-tutupi dan disembunyikan.
Mengapa JPU tidak bersedia menghadirkan Saksi Ahli seorang Dokter yang telah mengeluarkan bukti hasil visum tanpa alasan yang bisa diterima jika benar-benar ingin mengungkap kebenaran yang sesungguhnya dalam perkara ini.
Alat bukti yang diperlihatkan dipersidangan: Bukti Visum Nomor: 845/TU-2/000/AS/VII/2021 yang menjelaskan tiga hal yaitu:
a. Tidak terdapat luka pada tubuh korban
b. Tidak terdapat luka lecet/ lebam di sekitar alat kelamin
c. Serta terdapat robekan lama pada selaput darah korban
"Dari ke-tiga item hasil visum jelas menyebutkan tidak terdapat unsur kekerasan terhadap sekitar alat kelamin korban. Justru ditemukan ada bekas robekan lama pada selaput darah korban." Pungkas DCW.
Kepada awak media, DWC juga mengemukakan dirinya berusaha tegar menghadapi realitas hukum yang menimpa keluarganya. Oknum anggota kepolisian sudah dalam penanganan Bid Propam, besok pagi saya diundang untuk menghadiri sidang kode etiknya di Polres Kapuas, Laporan Pidananya juga sudah naik di Polda Kalteng.
Terhadap oknum JPU Kuala Kapuas juga sedang dilaporkan ke ASWAS Kejati Kalteng yang saya tembuskan juga surat laporannya ke Kejagung RI dan Komisi Kejaksaan RI, sementara dalam waktu dekat ini majelis hakim juga akan saya laporkan ke Komisi Yudisial." DCW menutup uraiannya.
Ditempat terpisah konfirmasi awak media kepada Kanit Reskrim Polsek Kuala Kapuas Timur, tidak bersedia memberikan keterangan, "saya bukan menolak konfirmasi pak.. karena saya bawahan dan masih ada pimpinan saya yang lebih berwenang memberikan konfirmasi...," ujar Kanit Reskrim
Sementara itu, JPU EYP saat dikonfirmasi melalui kontak wattsapp handphone selulernya menepis segala hal yang dialamatkan kepadanya. "Saya tidak pernah meminta sejumlah uang kepada yang bersangkutan. Ucap EYP (Snn/red).
Editor :M Muslim
Source : Investigasi